Seperti biasa, kamis malam, kami santri putri Darussalam kelas A
ada pengajian kitab fathul qarib. Kali ini, pembahasannya ialah mengenai
munakahat. Sebagai pembukaannya, ustad Fitroni menjelaskan tentang prosedur
halal menuju pernikahan yang suci. Tapi ini tidak akan menjelaskan prosedur
tersebut, namun akan berbicara tentang bukan peran pilihan (judulnya memang ini
kan? Hihhihii)
OKE, YOSH! Let’s cuap-cuap singkat bermanfaat.
Jadi begini temans-temans, menurut ustad Fitroni, dalam suatu
pernikahan antara istri dan suami, sudah ada perannya masing-masing. Peran ini
mutlak datangnya dari Allah, bukan pilihan yang bisa disepakati atau tidak oleh
kedua belah pihak (istri dan suami). Nah, peran seperti apa yang tidak bisa
diutek-utek itu?
“Peran memberi nafkah!”
Pemberian nafkah mutlak dilakukan oleh suami. Suami-lah yang
berkewajiban mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Sedangkan istri
tidak berkewajiban mencari nafkah. Kewajiban istri adalah mematuhi perintah
suami, melayani suami dengan baik, menjaga kehormatan diri dan keluarga, dan
bersama suami mengurus dan mendidik anak. Itulah yang mutlak dilakukan oleh
seorang istri.
Lalu?
Peran tersebut tidak boleh ditukar walau keduanya telah bersepakat.
Karena sekali lagi, itu bukan peran pilihan. Misal neh, si yanto (suami) nikah
sama yanti (istri), terus keduanya bersepakat yanti mengurusi urusan nafkah,
sedangkan si yanto bersih-bersih di rumah. Itu tidak boleh, walaupun
kesepakatan tersebut ditandatangani presiden sekalipun, tetap tidak boleh. Tapi,
bukan berarti istri tidak boleh bekerja. Istri boleh bekerja jika suami
mengijinkan, namun biarpun istri juga bekerja, itu sifatnya hanya membantu
suami. Bukan sebagai tulang punggung keluarga. Sekalipun gaji sang istri jauh
lebih besar dari gaji suami. Tetap saja yang menjadi tulang punggung keluarga
adalah suaminya.
Namun perlu diingat, yang namanya tulang punggung (kerennya, imam),
bukan hanya bertanggung jawab pada masalah uang saja. Namun juga bertanggung
jawab secara keseluruhan dari keluarga. Suami juga berkewajiban memberi nafkah
batin, mendidik istri, dan mendidik anak. Anak dan istri adalah makmum, dan
imam-lah yang bertanggung jawab pada makmumnya. Jangan sampai makmum
tergelincir pada dosa-dosa, karena imam juga akan dipertanyakan mengenai hal
itu.
Okeh, kiranya cukup sampai di sini. Semoga bermanfaat.
Barokallah