Aku Kembali, Karang



Haruskah aku ke jepang untuk menjadi pantas berada di sampingmu, karang? Bagaimana caranya? Bahkan aku tak punya sesuatu apapun di tanganku
Kakaaaaaaaaaaaaaaaaak….! Lihat ombak itu!!! Teriak sagita yang sedang berlari menuju tepi pantai, tempatku berdiri menatap senja. Ku tangkap dia, ku gendong agar tinggi kita menjadi sama. Angin asin lautan menyapa wajah kami. Ah senangnya berdiri di tepi pantai pada sore hari.
Sagita, mau berjanji sesuatu pada kakak? Tanyaku.
Berjanji apa kak?
Berjanji mendo’akan kakak bisa pergi ke jepang
Jepang itu di mana? Jauh mana sama rumah mas karang di Jogjakarta?
Jepang itu ada di belakang batu besar, nah di sana!
Di tengah laut? Ombaknya besar kak, kakak tidak takut?
Selama sagita mendo’akan kakak, maka InsyaAllah kakak tidak akan takut.
Janji! Begitu kata sagita, dan kami tutup sore ini dengan senyuman indah penuh keberanian dan kepercayaan.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Ohayo sensei..
Ohayo Maharani..
I have read your paper about TiO2 nanotube (TNT), and I have some questions for you. All of them are written here. Please finish it till tomorrow, then you can go to study Japanese. Good luck Ran san.
Haik, Arigato gozaimasu sensei.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Sori mas Pram! Tadi aku masih ada urusan dengan prof-ku, masih mengerjakan soal-soal untuk besok, sedikit tersesat juga sih, hehe, kataku dengan nafas tersengal-sengal setelah berlari dari kampus.
Tidak apa-apa, bagaimana hari pertamamu di kampus? Lancar? Tanyanya dengan senyuman yang teduh. Mas pram adalah seniorku yang membantuku masuk ke Universitas Tokyo. Dia super jenius, dan sekarang sudah menjabat sebagai asisten dosen energi nuklir.
InsyaAllah, balasku dengan senyuman pula.
Ran, Ini pohon sakura. Pohon yang sering kau sebut-sebut di facebook, pohon yang kau idam-idamkan. Nih sekarang ada di depan mata. Indah bukan?
Wuah,, heh, jadi beneran ini pohon sakura?!! Tanyaku tak percaya. Kuputar mataku ke segala arah, aku berada di suatu jalan kecil beraspal, 15 meter ke kanan jalan ada sungai yang berkilau akibat pantulan dari cahaya matahari sore, sedangkan 5 meter dari kakiku berjejer pohon-pohon sakura yang bunganya mulai berguguran. Persis seperti jalanan yang pernah dilalui Mouri-Ran dan Kudou Shinichi setiap pulang sekolah dari SMU Teitan dalam film Detective Conan.
Terimakasih mas pram, ucapku tulus.
Aku sering ke sini saat hati dan pikiran sedang jenuh. Air di sungai itu cukup segar untuk membasuh wajah yang kusut setelah seharian di depan komputer. Nah Ran, Kenapa kau tergila-gila sama Jepang setelah kau bilang bosan kuliah? Tentunya bukan karena pohon-pohon sakura ini kan? Oh atau jangan-jangan kau sengaja mengejarku ke sini?
“Ah itu…. “ jadi teringat 8 bulan yang lalu, percakapanku dengan siluet senja dan adekku Sagita di pantai dekat rumahku, menanamkan azam untuk ke jepang agar menjadi pantas untuk seseorang, seseorang yang akan aku nikahi.
Ah itu.. hahaha pikiran orang mungkin saja berubah kan mas? Mungkin memang takdirnya begini, jadi bisa ketemu mas pram yang jenius deh, jawabku ngasal.
So deska?
Ran, aku masih inget saat kita pertamakali bertemu di kimia, kau bertanya padaku ruang lab kimia? Dengan ketidaktahuanmu kau ngotot pokoknya lab kimia, padahal lab kimia ada 5 dengan bidang yang berbeda. Rupanya yang kau cari adalah lab kimia dasar. Saat ku jelaskan berkali-kali baru kau mengerti dan meminta maaf sekaligus terimakasih padaku. Saat itu aku berpikir kau adalah orang dengan temperamen yang cukup buruk. Melihatmu ngotot dengan kerutan di dahimu membuatku ingin tertawa. Sejak itu aku selalu memperhatikanmu. Rupanya penilainku benar tentangmu, hanya saja aku tidak pernah berhasil membaca jalan pikiranmu. Kau selalu berubah.
Umm,, itu karena aku tipikal orang yang dinamis mas seperti elektron! Heehe
Yup maybe. Melihat kau sekarang ada di depanku, di bumi Jepang membuatku sedikit berpikir bahwa ini adalah takdir.
Maksudnya?
Baaaka! Untuk membuatmu mengerti selalu harus dijelaskan berulang-ulang. Aku mencintaimu stupid.
Deg! Aku mencintai orang lain dan aku akan menikahinya. Jawabku lirih. Sayonara!
Aku pergi meninggalkan mas pram tanpa melihat wajahnya yang mungkin sedang terlihat kaget. Aku tidak mau melihatnya. Tidak tega.
XXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXX
Bulan malam ini begitu indah, membawa pikiranku pada karang, calon suamiku. Karang, seorang laki-laki dengan segudang prestasi dan akhlak yang menawan. Dia melamarku di pertengahan bulan rabiul awwal, saat bulan dalam bentuk bulat penuh, dan berencana menikah pada awal bulan 2013. Tapi aku menundanya, karena aku harus kuliah lagi di Jepang. Ah karang, hanya saja jika aku tak memiliki pikiran serumit ini, mungkin kita sudah menikah. Masih teringat saat sehari sebelum berangkat ke Jepang dia menemuiku.
Jadi kita akan menunda pernikahan kita? Tanyanya tegas
Iya.
2 tahun bukan waktu yang sebentar Ran. Kenapa harus ke sana?
Aku hanya ingin terlihat pantas untukmu di mata orang lain.
Apa yang membuatmu berpikir kau tidak pantas untukku di mata orang lain? Kenapa harus peduli pada mereka? Aku memilihmu, InsyaAllah karena alasan yang syar’i.
Aku mengerti, tapi itu juga penting untukku. Setidaknya kalau aku kuliah di Jepang, orang tidak akan meremehkanku dan akan memberi penilaian yang baik padamu, bahwa kau telah memilih orang yang sekufu’ denganmu, sekufu’ secara agama, juga secara lahir.
            Kalau begitu terserah kau sajalah. Jika kau berubah pikiran, kembalilah segera Ran.
Ku buka laptop di kamarku yang sempit dengan secangkir coklat hangat yang kuperoleh dari teman sekamarku. Ku sambungkan laptopku dengan internet untuk mengirim pesan pada karang.
Assalamu’alaikum, Karang, haruskah aku pulang sekarang? Aku lebih suka menikah dan berada di sampingmu dibandingkan mengejar hal yang hanya memberatkanku saja. Sungguh tak pantas aku memintamu menunggu dalam waktu yang begitu lama. Maafkan aku karang. Bismillah aku akan kembali kepadamu segera. Kita menikah. Semoga aku memang pantas untukmu.
Message sent to Karang15@yahoo.co.id
Umm, good bye Japan. Good by Sakura. Good by mas pram.

Leave a Reply