Tugas creative writing
By: Ainul Maghfirah
“mas Jak, gimana rasanya diterima sama Universitas negeri? Pake’
beasiswa penuh lagi?!! Keren keren keren, mas-ku iniiiiii!” Tanya sakinah
dengan mata yang terbinar-binar kagum luar angkasa. Kalau sudah resmi jadi
mahasiswa, kirimi Sakin fotonya mas ya? Nanti Sakin upload di pesbuk,
tak tambahi tulisan pake’ huruf balok MAS-KU, JAKA HENDARI, MAHASISWA
KEDOKTERAN UNEJ 2013. Ohohoooo pasti teman-temanku pada kagum nas. Oia, jangan
lupa pake’ almamater ya mas!” lanjut Sakinah semakin menggebu dengan senyuman
penuh rasa bangga pada mas satu-satunya ini.
“biasa aja!” jawab Jaka sedikit heran dengan adeknya, Sakinah, yang
terlihat begitu out of fire.
Sakinah melongo tak percaya. Asli, gak abis pikir dengan tanggapan
mas-nya mengenai prestasi yang cukup hebat di mata Sakinah. Secara, seluruh
teman mas-nya yang daftar di Universitas negeri, hanya mas-nya yang diterima.
Maklum, sekolahan di desa, yang fasilitasnya jauh dari kata lengkap, agak
mencengangkan jika lulusan sekolahnya ada yang lolos beasiswa di Universitas
negeri. Jurusannya agak berat lagi “kedokteran” plus pake’ beasiswa penuh.
Apalagi tuh namanya kalau bukan hebat? Sedangkan jurusan yang dipilih oleh
teman-teman Jaka, passing grade-nya jauh lebih rendah dari yang Jaka
pilih.
“yee, mas ini! gak ada syukur-syukurnya jadi orang. Cuek boleh,
tapi jangan datar gitu dong, jadi jelek tauk???!!!” Sakinah pasang aksi manyun,
tanda dia kesal dengan tanggapan mas-nya yang emang pada dasarnya cuek. Menurut
Sakinah, kecuekan mas-nya sudah berada di luar batas kewajaran untuk ukuran
manusia.
“apanya yang datar juga? Syukur ya di hati, gak perlu dikasi’ tau
ke orang lain” urai Jaka dengan nada yang menurut Sakinah sedatar orangnya
“huuuu,,, tauk!!!” kali ini, Sakinah sudah jengah, mendingan nonton
Spongebob Squarepants deh. “berani taruhan, mas Jaka gak bakalan punya teman
dekat lebih dari satu di sana, kapok!” gumam Sakinah agak keras sambil berlalu
dari kamar Jaka yang penuh dengan komik detective conan, sengaja, biar mas-nya
dengar.
“hmmm” Jaka hanya geleng-geleng
kepala mendengar gumaman adeknya. Sama sekali tidak merasa terganggu
dengan kutukan Sakinah. “ada-ada saja, gak ada teman gak masalah, yang penting
bisa menyelesaikan masalah di kampus. Beres!” lanjut Jaka, masih dengan suara
datar. Segera, Jaka kembali fokus pada laptopnya yang full of manga.
**********************************
“wow! Fer, Liat
tuh Jaka! Gantengnya super deh! Rambutnya basah lagi, tambah 5 kg deh
gantengnya” Inas, teman sekelas Jaka, yang sedikit agak lebay dan cerewet level
10. Blingsatan dengan penampilan Jaka yang menurutnya cool abis dengan rambut
basah yang menyembul dari topi warna birunya. Saking gemesnya, Ferisa yang ada
di samping Inas jadi kebanjiran cubitan gemes dari Inas.
“wew, ganteng 5
kg? terserah deh mau nambah ganteng 1 ton juga gak apa-apa, tapi biasa aja deh,
gak pake’ nyubitin tetangga! Sakit bok!” protes Ferisa yang merasa kesakitan
dengan serangan cubitan dari Inas sejak Jaka melintas di depan mereka.
Tahun ini adalah
semester kedua Jaka. Seperti biasa, karena nomor induk mahasiswa (NIM) yang
berdekatan, Jaka lagi-lagi satu kelompok praktikum dengan Inas dan Ferisa.
“Sudah bon alat belum?” Tanya Jaka pada Inas dan Ferisa sembari
memperbaiki kancingan jas lab-nya.
“Sudah, yuk langsung aja kita rangkai alat-alat refluksnya” ajak
Ferisa sambil menggaet tangan Inas yang masih berada dalam ketakjuban akan
kegantengan jaka.
Dalam praktikum ini, tak banyak yang harus dilakukan. Hanya saja,
butuh waktu menunggu yang lama untuk proses refluks. Maklum, semester yang bisa
dibilang awal gini, mereka masih dibebani dengan praktikum-praktikum dasar,
kimia. Untuk mengisi kekosongan waktu, Inas berinisiasi untuk mengorek
keterangan lebih dalam lagi tentang Jaka, yang menurut dia, adalah teman
laki-laki paling ganteng seumur hidup.
“eih Jak, ngomong-ngomong sudah punya pacar belum?” Inas memulai
aksinya dengan mata melirik Ferisa yang berada sekitar 3 m dari tempatnya, yang
diliriki Cuma senyum-senyum saja, sudah faham kalau Inas emang suka nekat.
Apalagi urusan cowok. Maknyus top di depan.
“ya belum lah!” jawab Jaka sinis, sedangkan wajahnya masih mengarah
ke komik manga yang ada di laptopnya.
Masalah sinis disinisi atau dicuekin, Inas sudah cukup kebal. Ini
bukan pertamakalinya Inas disinisin sama Jaka. Lagian, kapan sih Jaka tidak
cuek? Bukan Jaka Hendari namanya kalau tidak cuek. Merasa semua berjalan
normal, Inas melanjutkan pertanyaannya lebih dalam
“emang perempuan seperti apa yang kamu sukai Jak?” kali ini, Inas
semakin memperlembut suaranya, senyumannyapun dibuat seramah dan setulus
mungkin. Berharap Jaka akan terpesona. Jaka sendiri sama sekali tak peduli,
sepertinya manga kelihatan lebih manis di mata Jaka dibandingkan senyum Inas
yang bibirnya penuh dengan lipgloss
warna pink pucat.
Jaka menoleh ke Inas dengan kernyitan di dahi, “yang jelas tidak
seperti kamu! Berisik!”
Alamaaaaaaaaaak!!!!!!
Okeh, kali ini Inas emosi. Disinisin boleh, masih bisa tahan. Tapi
tidak untuk melecahkan dirinya seperti ini.
“ngelamak! Kurang ajar kamu Jak!” suara Inas semakin meninggi.
“kayak orang ganteng sedunia saja! Awas ya, istrinya kayak apa nanti!!! Inas
menggerutu kesal, lalu meninggalkan Jaka dengan ekspresi superdongkol yang
disambut dengan prihatin oleh Ferisa.
“sabar Nas…”ujar Ferisa
“nyesekin ati tau gak Fer? Biar kata dia ganteng, kalau gak aturan
gini ngomongnya ya jadi ilang dimakan orang Bangladesh gantengnya!” Inas
ngomel-ngomel pelan. Dia sudah mendapat peringatan dari asisten untuk tidak
ramai dalam lab.
“iyo wez abis
dimakan orang Bangladesh. Wez gak usah dipikirin! Mending bantuin aku nyari
MSDS metanol buat laporan kita nanti” Ferisa mencoba mengalihkan perhatian
Inas.
“iyo yo? Ndang,
apa keywordnya?” balas Inas seperti sudah lupa dengan kekesalannya tadi.
Sesekali, Ferisa
menoleh kea rah Jaka. Seperti dugaannya, Jaka sama sekali tidak peduli dengan
kemarahan Inas yang disebabkan oleh dia. Lalu, Ferisa mengirimkan pesan via sms
ke Jaka.
“silahkan cuek
sesukamu. Tapi tlg, klo tdk tau cara berbicara dengan “manusia”, mending diam
saja”
Nada pesan hape
Jaka berbunyi. Jaka langsung membaca pesan dari Ferisa. Tanpa perlu merasa
harus membalas pesan tersebut, dia kembali fokus meneruskan bacaan komik manga
di laptopnya.
“Dasar perempuan”
gumamnya tak peduli
Melihat ekspresi
Jaka yang berjarak 3 m dari tempatnya, Ferisa angkat tangan!
“Buh anak ini
memang tidak bisa diajak berteman. Semoga aja lain kali sistem pengelompokan
kelompok praktikum diubah” ucap Ferisa penuh harap agar semester depan tak lagi
sekelompok dengan Jaka
Mendengar itu,
Jaka hanya tersenyum ngece. Bikin Ferisa semakin muak
*************************************
Tiga hari lagi,
deadline pengumpulan laporan praktikum kimia dasar. Ferisa mulai gelisah karena
Jaka tak juga mengajaknya mengerjakan laporan. Sedangkan data hasil
praktikumnya disimpan oleh Jaka. Kalau Inas sih, nggak peduli, yang penting pas
hari H, tuh laporan sudah siap. Inas faham betul, Jaka sudah pasti mengerjakan.
Jadi dia gak perlu repot-repot mikir.
“eh Jak! Kapan mau
mengerjakan laporan praktikum kita?” akhirnya Ferisa bertemu dengan Jaka di
teras kampus.
“sudah aku
kerjakan!”
“lho? Kapan? Kok
ngajak-ngajak aku?” protes Ferisa
“ngapain ngajak
kamu?!” Tanya Jaka tanpa dosa
“Heh ngawur! Aku kan
juga kelompok praktikum!”
“sudah deh, yang
penting sudah selesai!”
“Kamu ini
seenaknya ya Jak! Aku juga ingin tau!”
“Ya tinggal kamu
baca tuh laporan yang sudah aku garap!”
“bukan masalah
itunya! Kamu ngerti nggak sih artinya kelompok?!”
“gini ya Fer, aku
gak seneng ngerjain laporan secara berkelompok. Kalau aku yang ngerjain, ya
biar aku sendiri. Kalian gak usah ikut-ikut. Kalau kalian yang mau ngerjakan,
berarti aku yang gak ikut-ikut” urai Jaka
“asli bikin
jengah! Sok pintar!” maki Ferisa. “besok kita ngerjakan sendiri-sendiri. Biar
aku berkelompok dengan Inas, laporan yang kamu bikin, cukup tulis saja namamu!
Gak sudi aku berdekatan nama dengan kamu!” Ferisa semakin menjadi memaki Jaka.
Ini nih alasan Ferisa gak suka berbicara langsung sama Jaka. Bisa langsung
emosi.
Jaka memerhatikan
sikap Ferisa, lalu berkata “terserah kamu dah, yang penting aku dapat nilai
bagus. Yang lain bukan masalah”
Gedubrak!
Merasa sia-sia,
Ferisa ngacir, dan berjanji tidak akan pernah menganggapnya sebagai anggota
tim. Bahkan tidak untuk sekedar istilah “teman”.
**********************************
Tahun ini sepertinya akan menjadi tahun terakhir buat Jaka dan
teman seangkatannya menyandang status mahasiswa S1 kedokteran. Mereka pada
sibuk menyiapkan seminar proposal yang merupakan salah satu prosedur untuk
menyelesaikan tugas akhir. Dalam seminar proposal ada aturan yang harus
dipenuhi. Jika tidak, maka seminar
proposal tugas akhir tidak bisa dimulai. Salah satunya adalah jumlah peserta
minimal 10 orang.
“kamu kapan semprop (seminar proposal) nir?” Tanya Inas pada Nirka
yang kelihatannya sibuk sama map-map penilaian semprop yang harus diserahkan
kepada dosen-dosen yang bertugas
“besok jam 1 siang say, di lantai 3. Datang ya?” jawab Nirka agak
cepat karena terburu-buru mau ngejar dosen pembimbingnya
“InsyaAllah, semangat Nir!”
“Sip!!” Nirka mulai menuju dosen pembimbingnya
“oh iya Fer, Jaka kapan ya sempropnya?” Inas mengalihkan
perhatiaanya pada Ferisa yang juga sibuk mengurusi revisi-an proposalnya
kemaren.
“gak tau naz, Tanya aja langsung ke orangnya” jawab Ferisa
sekenanya
“Fer, Jaka nih gak pernah datang pas kita semprop, nah kalau dia
semprop terus siapa yang mau datang? Aku ogah!”
“aku juga!”
“Aku apalagi, ogah kuadrat! Sadis bin ngeselin gitu orangnya!” Lina
ikutan nimbrung
“iya ya, gak ngurus dia teman kita atau bukan, toh selama ini, dia
gak pernah nganggap kita teman. Ngerasa pintar sendiri, sekarang ya biarin dia
menyelesaikan masalahnya dengan kepintarannya sendiri! Sepintar apapun, kalau
gak ada peserta, jangan harap bakalan bisa semprop! Gak lulus gak lulus bah gak
ngurus!” Miranti yang sedari tadi diam mendengarkan, juga ikutan ngomel dengan
semangat membara.
Ferisa mengerjabkan kedua matanya, “bagus deh kalo berpikiran sama,
biar tau rasa dia!” ujar Ferisa sinis sambil mengingat sudah berkali-kali Jaka
membuatnya jengkel.
*********************************************
Hari ini Jaka semprop jam 8 pagi di ruang 1 lantai 3. Para dosen
pembimbing dan pengujinya sudah lengkap di kelas. Namun, semprop tidak bisa
dimulai, karena peserta yang hadir Cuma 2 orang, adek kelas Jaka yang kebetulan
sedang gak ada jadwal kuliah. Sudah lebih dari satu jam dosen-dosen tersebut
menunggu di ruang semprop.
“teman-temanmu mana Jaka?” Tanya Pak Wira selaku dosen pembimbing
“ummm,, gak ada pak” Jaka mulai khawatir
“tidak kamu kasi’ tau tah?”
“umm,, nggak pak, saya pikir bakalan ada banyak adek kelas hari ini
yang tidak kuliah”
“gimana sih kamu ini, jam 8-an gini ya pasti sedikitlah yang kuliah.
Seharusnya kamu sudah woro-woro ke temanmu dari kemaren-kemarennya. Kayak gak
punya teman aja kamu??!!” pak Wira keheranan dengan sikap Jaka
“kita tunda saja ya pak sempropnya, sebentar lagi saya mau ngajar”
kata buk Indri sang penguji 1
“saya juga ada rapat dengan dekanat pak” kata pak Imron yang
merupakan pembimbing 2 sekaligus ketua jurusan.
Jaka ketar ketir, bukan, bukan karena akan ditunda, tapi lebih dari
itu..
Kayak gak punya teman aja kamu, kata-kata
pak Wira terngiang-ngiang di benaknya.
“Jaka, sempropmu kita tunda! Jadwal selanjutnya menyusul.
Besok-besok jangan sampai hal ini terjadi lagi” pak Wira mengingatkan dengan
intonasi yang cukup tegas.
“iya pak, mohon maaf” Jaka merasa tidak enak dan malu. “hufth, jadi
tidak ada satupun yang peduli padaku?” tanyanya pada dirinya sendiri. “sakinah,
dugaanmu benar. Tidak ada yang mau berteman dengan mas-mu ini. Jadi aku memang
buruk ya selama ini di mata kalian? hufft” katanya, sekali lagi Jaka berbicara
sendiri.