Archive

Archive for Mei 2015

Jamu: Masa Lalu




Jelas rugi kalau apa yang terjadi di masa lalu tak menjadi pembelajaran. Rugi kalau kejadian yang menyita waktu di masa lalu dipaksa dilupakan karena terasa sakit. Terlalu berharga jika waktu yang sudah tak bisa dikembalikan itu terbuang tanpa sisa. Sekalipun itu tak enak untuk diingat dan tak ingin terulang di masa sekarang dan di masa depan. 

Lah, kok kayaknya di atas serius banget ya? Hehe. Oke wan kawan, episode kali ini emang rada’ serem. Why? Karena kali ini topiknya adalah menanggapi masa lalu yang pahit . Yupz, masa lalu biarlah masa laluuuu jangan diungkit jangan ingatkan aku! Au au au, seperti itu kah? Yeah sayangnya emang benar sekali. Paling sakit itu kalau kita harus mengingat masa lalu karena diingatkan oleh orang lain. Sebenarnya, kalau mau jujur, sekeras apapun kita ingin menghapus masa lalu yang ibarat kopi tanpa gula itu, pahit banget ya, tetap saja kan kita mengingatnya diam-diam? Ntah itu datang sendiri atau kita sendiri yang menjenguknya, setidaknya itu menunjukkan sepahit apapun masa lalu, tetap saja itu menjadi bagian episode dalam kehidupan kita yang di dalamnya ada diri kita, emosi kita, perasaan kita, bahkan mungkin air mata kita. Artinya, masa lalu tetaplah berharga.

Tulisan ini bukan untuk menghargai masa lalu, tapi lebih untuk menghargai hidup kita selanjutnya yang jauh lebih berharga lagi. Masa lalu sangat berharga untuk kita ambil ibrohnya. Kita ambil hikmahnya untuk menuai manfaat di kemudian hari. Mau gimana lagi, masa lalu telah terjadi, tak bisa diubah lagi. Tak bisa diperbaiki. 

Itu  kenapa judul tulisan ini aku berikan kata muqoddimah “Jamu”. Kita semua sudah tahu kan bahwa kebanyakan jamu itu pahit. Aku aja sampai mual-mual kalau minum jamu saking pahitnya. Tapi kata bapakku, biarpun pahit tapi menyehatkan. Yupz, sama dengan masa lalu kelam kita (kalau punya, ahay), boleh saja sakit, tapi semoga menyehatkan untuk masa depan kita. Kok bisa? 

Jangan salah, mungkin saja apa yang terjadi di masa lalu adalah kecerobohan, tapi mungkin juga itu yang akan membuat kita lebih hati-hati sekarang hingga di masa depan kita tak perlu lagi mengukir rasa sakit yang sudah tertelan di masa lalu. Mungkin itu kesalahan, tapi mungkin itu juga yang menjadi titik ledakan buat kita untuk memperbaiki diri. Karena kita sudah belajar nyata di masa lalu, apa yang membuat kita sedih, apa yang membuat kita terpuruk, apa yang membuat kita merasa malu, apa-apa yang membuat hidup kita begitu tidak sedap dipandang. Sehingga kita tak perlu lagi coba-coba kan? Apa-apa yang salah, yang tidak pada tempatnya di masa lalu, kita jadi bisa tahu kan harus menempatkannya di mana?

Silahkan merasa malu dengan masa lalu yang kelam, oleh karena itu mari jaga masa depan kita dari kekelaman sehingga kita tak perlu lagi malu di masa depan. Masa lalu, cukuplah itu jadi arsip di hati. sebagai pengingat bahwa kita pernah ceroboh di satu titik dan tak ingin mengulangnya di titik yang lain. Karena masa depan tidak ditentukan oleh masa lalu, tapi ditentukan oleh kita yang sekarang. 

Yaa, masa lalu memang untuk dilupakan, tapi setelah kita mengambil banyak vitamin di dalamnya.

Masa lalu boleh kelam, tapi masa depan harus cerah
loh, emang punya masa lalu kelam ya? maybe, maybe yes, maybe no :)


nikah itu, 1+1 tidak melulu sama dengan 2



Perlu diperhatikan, ini hanya sekedar teori, teori menurut aku yang bersinergi dengan teori seseorang yang aku lupa siapa dia (eiih?). Kalau ada yang salah monggo diluruskan. Kalau ada yang tidak terima, monggo bikin blog tandingan (emosi, hehe).
 
Nah, kenapa judulnya sekarang tiba-tiba tentang pernikahan? Padahal yang nulis belum nikah, nggak meyakinkan! Yee,, makanya aku juga bilangnya SEKEDAR TEORI! Udah ah lupakan statusku yang belum menikah itu. Biarpun aku belum menikah,  setidaknya aku punya banyak temen yang udah pada menikah (hup! Keselek)

Apa sih maksud dari judul ini? apa pula hubungannya menikah dengan tambahan matematika? Ada-ada aja nih yang nulis. Yaelah,, sabarin dikit napa sih? Iya iya ini aku jelasin. Okeh ayuuuk fokuuuus!

Langsung-langsungan aja nih ya! Ada 4 hal kan yang bisa dijadikan pertimbangan seseorang untuk memilih pasangannya, dari kecantikannya, hartanya, nasab, dan agamanya. Harusnya yang perlu diutamakan adalah agamanya. Kenyataannya, banyak orang yang lebih menomorsatukan harta dengan anggapan, semakin banyak hartanya, jaminan sejahtera untuk hidup setelah menikah semakin besar.  wajar sih berpikir begitu, logikanya emang begitu.

Tapi guys, beberapa tahun yang lalu, seseorang mengatakan padaku bahwa nikah itu 1+1 tidak sama dengan 2. Alamak!! beberapa tahun yang lalu? Nulisnya baru sekarang?!! Helloww. Iya iya,, namanya juga baru inget! Manusia kan tempatnya lupa. Kebetulan noh diingetin sama kasus temenku yang nikahnya dipersulit karena pertimbangan kerjaan si cowok. Begitu.

Melanjutkan penjelasan seseorang itu, dia bilang begini

“Kalau yang laki punya 1 hektar sawah, terus yang perempuan juga bawa 1 hektar sawah, setelah menikah belum tentu jadi 2 hektar sawah. Tergantung orangnya, kalau yang laki pandai mengolah sawah, kerja keras, dan istrinya nggak boros, bisa jadi tuh sawah jadi berhektar-hektar banyaknya. Tapi kalau suaminya malas kerja, malah Cuma ngabisin uang, bisa-bisa setelah nikah sawahnya dijual, jadi nol deh!”

Penjelasannya gaulnya (versi aku soalnya, haha) seperti ini guys, masa lah kesejahteraan harta setelah menikah itu tergantung orang yang menjalani. Dia pekerja keras atau tidak. jadi bukan masalah seberapa banyak harta yang dibawa sebelum menikah, tetapi lebih kepada karakter dan sikap orangnya. Berarti kalau mau sejahtera hidupnya setelah menikah, ya cari aja laki-laki yang pekerja keras, tidak pantang menyerah, dan bukan seorang pemalas. Nah, teori ini logis nggak? Ya logis dung, yang berperan kan orangnya bukan hartanya. Hartanya mah diem, mau digandakan atau mau dihanguskan kan tergantung orangnya. Iya nggak iya nggak? Hehe. Dan yang paling penting tentunya kita sudah tau, rejeki itu juga tergantung takdir. Kalau takdirnya seupil ya nggak akan jadi sebukit, kalau takdirnya selautan ya nggak akan jadi seember. Karena berhubung kita tidak tahu takdir kita, maka satu-satunya yang bisa kita lakukan adalah berusaha! Iya nggak? Masalah takdir mah itu keputusan Allah kan? Lagian kaya atau nggak katanya sih tergantung kita sendiri ngerasainnya gimana. biarpun punya banyak uang kalau belum ngerasa cukup ya bukan kaya namanya. Biarpun Cuma bisa makan doang, kalau hati merasa cukup dan bersyukur ya sudah bisa dikatakan kaya. Kaya kan artinya cukup. Ini katanya lho ya, kalau nggak setuju, protes saja sama yang bilang, tapi aku juga udah lupa siapa yang bilang. Hihi 

Jadi seperti itulah ceritanya guys. Intinya boleh melihat harta, tapi kalau kata ustadku, jangan sampai karena alasan itu, kita jadi menunda pernikahan gara-gara nolak-nolak terus bagi keluarga perempuan dan nunda melamar gara-gara belum punya pekerjaan bagi si cowok. 

Ya tapi bagi yang cowok, jangan jadikan ini alasan untuk malas nyari pekerjaan ya. hihi

Bismillah, Allah sudah menjamin rejeki kita kalau kita menikah dan terus berusaha.
Bismillah, kalaupun begitu sulit untuk diyakini karena realita hidup begitu keras, kita tetap mau kan percaya sama janji Allah? Kalau kita tidak percaya padaNYA, ya susah..