Tuanku Guru Bajang (TGB) pernah
bercerita tentang silaturrahim dapat memperpanjang umur. Bahwa temannya pernah
menyampaikan sebuah penjelasan tentangnya. Tentang hikmah yang bisa dimengerti
tanpa harus menjalani banyak rintangan dalam waktu yang lama. Dengan silaturrahim
kita bisa mendengarkan dalam waktu yang cukup singkat tentang pengalaman teman
atau saudara kita sehingga kita bisa belajar setidaknya satu hal darinya. Artinya,
kita bisa hemat waktu untuk mengerti 1 hikmah tersebut.
Dan benar saja, pada ahad siang
berhujan itu, di sebuah ruangan Bersama adik-adik panti Mitra Muslim Bandung
dan kakak-kakak pengajar dari KAMIL mengajar, aku memahami setidaknya satu hal,
ah sepertinya banyak, tentang sebuah kepasrahan yang luar biasa pada Allah,
tentang prioritas, tentang keberanian, ah ternyata memang banyak, hihi.
Dia, Muhammad Allan Serunting,
Orang yang saat pertama kali bertemu langsung memberikan manfaat untukku. Dia lurah
3.0 LPDP ITB sekaligus Ketua Departemen Media di KAMIL. Kudapati dia sosok yang
sangat santai dan ramah. Karena saking santainya, terkadang dia terlihat
seolah-olah tidak memiliki ambisi dalam kehidupan. Kudapati dia aktif di
berbagai kegiatan sosial, berbaur dengan banyak orang. Dan wajar saja dia
sangat disukai oleh teman-teman di sampingnya. Bahkan saat kelulusannya,
temanku merasa kesulitan untuk berfoto dengannya. Haha, ah katakan saja dia punya banyak fans. Yeah
seperti itulah kira-kira kita menyebutnya.
Dan tibalah saat aku benar-benar
mendengarkan dia, tentang perjalanan hidupnya yang mungkin sepertinya sederhana
atau bahkan sama dengan kebanyakan orang. Tapi di sinilah uniknya kehidupan,
masalah yang sama, jalan yang sama, tapi cara pandang yang berbeda, hasilnya bisa sama bisa juga berbeda. Itu mungkin
kenapa kemudian kesuksesan memiliki artinya masing-masing, bergantung dari
sudut mana kita memandang.
Pun dengan kakak yang satu ini,
ia memiliki caranya sendiri memandang setiap langkah kehidupan. Dengan gaya santainya, dia menjalani episode
kehidupan ini dengan keberanian mengambil keputusan sekaligus kepasrahan yang
sangat besar kepada Allah. Iyah, sepertinya dia tidak ambisius, tapi dia
memiliki visi yang tetap dia pegang dengan kuat. InsyaAllah.
Yang kulihat bagaimana dia
memelihara visinya, dia tidak egois, dia tidak melulu pandangan focus ke depan,
tidak melulu terus berjalan, sesekali dia menoleh ke kanan dan ke kiri,
sesekali dia berhenti di tempat. Menoleh bukan untuk tidak focus, berhenti
bukan untuk diam. Dia menyadari betul bahwa hidup bukan saja tentang dirinya,
tapi juga tentang orang-orang di sampingnya. Sungguh indah bagaimana dia
menghentikan aktivitas menelitinya untuk merawat salah satu orang tuanya yang
sedang sakit dalam waktu yang cukup untuk membuat dia telat lulus lebih cepat Bersama
teman-teman seangkatannya. Dan apa yang dia dapat dari ini? Sungguh logika
manusia tidak akan bisa menjangkau, tapi jaminan Allah sangatlah indah dan
pasti. Justru keterlambatan ini menjadi jalan yang semakin mendekatkannya
dengan apa yang ingin dia capai.
yang kufahami, tentang sebuah
integritas. Mungkin sedikit berbeda dari yang kulihat mahasiswa pada umumnya
yang baru saja diwisuda, apalagi ini master, tentang kegalauan pekerjaan dan
hal lainnya, Iya, lagi-lagi dengan gaya santainya, dia tidak sibuk mendaftar
pekerjaan di Bandung. Tau apa alasannya? Karena dia tetap ingin berkomitmen
dengan apa yang dia tulis dalam esai LPDP beberapa tahun yang lalu, tentang
janjinya untuk mengabdi pada daerahnya. Ah tidak-tidak, mungkin banyak yang
ingat tentang apa yang pernah ditulisnya sendiri, tapi bertanggung jawab dengan
apa yang ditulis dan diucapkan akan menjadi cerita yang berbeda di zaman yang
penuh dengan pesimisme dan kepura-puraan ini.
Setidaknya itu telah berhasil
menghentak hatiku, tentang sebuah amanah yang tak biasa, tentang rupiah dari
keringat rakyat di negeri ini, tentang harapan mata-mata berair di negeri ini.
Tidak, dia tidak lari. Ini membuka mataku bahwa Allah tidak akan memberi ujian
tanpa solusinya, bahwa negeri ini masih dikaruniai orang-orang baik dan negeri
ini pantas untuk berharap dan percaya diri.
Yang kusadari, tentang
pilihan-pilihan yang terkadang sangat sulit dibedakan. Manusia seringkali
tinggi hati dengan penalarannya tanpa menyadari betul bahwa penalaran itu
sangatlah terbatas. Bagaimana otak yang kecil bisa menjamin kesempurnaan? Lalu kenapa
masih keukeuh dengan pilihan nomor satu seolah-olah mengerti betul bahwa itulah
yang terbaik untuk dirinya? Manusia lupa, bahwa hukum linieritas hanya bisa
dinilai oleh sang Maha mengetahui.
“Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.” (At-Taubah [9]: 105)”
Lalu, pak lurah 3.0 LPDP ini
berkata kurang lebih begini “Aku memang tidak mendaftar di
perusahaan-perusahaan, itu menjadi opsi terakhir Karena aku masih berharap
menjadi dosen. Tapi jika nanti kalian menemukanku bekerja di perusahaan, itu bukan
Karena apa-apa, mungkin memang itu yang terbaik untukku Karena pilihan kedua
belum tentu lebih buruk dari pilihan pertama. Kita tahu sebaik-baik rencana
adalah rencana Allah”
Aku pun menengok diriku sendiri. Memeriksa
kondisiku, ah caraku memandang kehidupan mungkin memang berbeda dengannya, tapi
kehidupan mengajarkan hal yang sama. Maka biar lah berlalu soal cara pandang,
tapi hikmah atau sebuah pemahaman akan tetap menjadi obat yang selalu
dibutuhkan, entah di bagian mana ia akan mengisi dan membenahi apa yang perlu
dibenahi dalam diri.
Terimakasih kak Serunting, semoga
selalu menuai manfaat di manapun berada. Maaf, Karena Allan juga menjadi nama
panggilan untuk adikku, kuharus memanggil nama yang berbeda dalam tulisanku.