Ah, terkejut? Menurutmu ini kue “sesuatu”? Tidak tidak,
aku menulisnya tanpa tanda kutip, ini murni KUE! tidak punya arti lain. Kue
kelompok makanan. Oke? Sudah yakin kalau aku memang sedang akan membicarakan
kue dan perempuan? Kue yang sering kau beli di kantin kampus itu lho! Ah ada
yang bisa sebutin satu – satu nama kue? Ckckckkc,, okelah biar lebih meyakinkan
kalau ini memang kue makanan. Lemper! Nogosari! Bhikang! Kuiku! Onde – onde!
Tart! Lapis! Donat! Dodol! De el el.
Kawand, coba kita perhatikan para kue yang semakin hari
semakin berkembang dengan baik. Ada kemajuan yang cukup signifikan secara
kualitatif. Apakah itu? Yup, liat si bhikang masa lalu, selalu dihidangkan
tanpa busana, begitu juga dengan onde – onde, donat, lapis, dsb. Tapi sekarang
hampir semuanya sudah mulai dihidangkan dengan busana. Bhikang yang dibungkus
dengan plastik plus wadah mirip cangkang, onde – onde sudah mulai dikasi’
“rok”, dan kebanyakan yang lain juga sudah dibungkus dengan plastik. Kemajuan
yang cukup hebat!
Hal ini seakan – akan menunjukkan kemajuan pemikiran
manusia yang semakin baik, para kue mulai ditutupi untuk dijauhkan dari polutan
– polutan yang berbahaya, sehingga aman untuk dikonsumsi, kepercayaan pada
kualitas kue semakin besar. Harga dirinyapun sudah mulai meningkat yang awalnya
seharga 500, karena dikasi’ busana menjadi 1000. Akupun berani taruhan kau akan
lebih memilih kue lapis lengkap dengan bungkusnya dibandingkan dengan tanpa
bungkus, terlebih kalau keduanya sama – sama berada di tempat yang banyak
lalatnya. Hiiiii serem.
Dengan demikian bolehlah aku berpendapat bahwa kue sudah
mulai lebih dihargai dan diperlakukan dengan lebih baik. Nah, sekarang kita
alihkan pandangan kita pada perempuan. Lihatlah perempuan masa lampau korea di
masa joeson, busananya begitu tertutup dan berlapis – lapis. Lihatlah perempuan
desa masa lalu, bisa membedakan mana baju dalam dan baju luar. Merasa teramat
malu kalau bajunya sedikit terbuka, paling vulgar ya baju kaos lengan pendek,
nah sekarang? Ntah karena efek global warming atau syeitan yang semakin licik
sebagian mereka sudah berani memakai baju U can see (notice: DI DESA!). Baju dalam mulai dijadikan baju luar.
Let’s Think!
Kue mengalami perkembangan yang cukup baik dalam hal
busana untuk keamanan diri (jelas ini ide manusia, tau tuh kita kalau ditutup ke-steril-annya
akan lebih terjamin). Sebaliknya perempuan mengalami penurunan yang sangat derastis!
Dengan mencopot pakaiannya sedikit demi sedikit (lalu menurutmu, mungkin
nggak ke-steril-annya akan terjamin? Menurutku sih akan berkurang, tiap hari
kulit putihnya dilihat laki – laki asing sih, sepakat?)
Let’s Listen
Ibu – ibu para pembuat kue dalam acara pernikahan di desa
berceletuk “abbeh,, klambhinah buruh ka
jhejhen, jhejhenah eklambhi’ih, orengah abengkang!” yang dalam bahasa
Indonesia menjadi “wuah, bajunya sekarang lari ke
kue, kuenya dibajuin, orangnya telanjang!”
Celetukan yang cukup berbobot bukan? dengan adanya celetukan itu, salah
nggak kalau aku bilang “perempuan sudah mulai lebih menghargai KUE dibandingkan
DIRInya SENDIRI”? atau begini “kue sudah mulai lebih dihargai daripada
PEREMPUAN”
Hmmmm, silahkan beropini
sendiri – sendiri.
NB: Saudariku, kaum
perempuan yang aku sangat sayangi. Kau merasa tulisan ini menyinggung dan
menghinakanmu? Aku minta maaf, jujur ini tak hanya untukmu yang berbaju pendek
dan ketat, ini juga untukku yang juga masih belum sempurna dalam menghargai
diri. Aku yang menulis ini belum tentu lebih baik dari engkau yang tak berkerudung
di akhir kehidupan kita nanti (namun berkerudung hukumnya tetap wajib lho),
jadi mari bersama – sama membenahi diri hingga menjadi perempuan yang berharga
100% hingga tak ada yang lebih berharga lagi dari kita apalagi hanya untuk
sepotong kue.
Salam sayang selalu!
@ Kamar A1 with mbak Habib dan Istiadah
@ Kamar A1 with mbak Habib dan Istiadah