Archive

Archive for Juli 2014

Pertanyaan-pertanyaan masa kecil



     Tak semua cerita masa kecil bisa kuingat. Namun, beberapa potongan memory melekat kuat dalam otakku sampai sekarang. Potongan-potongan yang tak terbentuk, seperti pertanyaan-pertanyaan di benakku yang tak pernah kulontarkan pada siapapun, pertanyaan-pertanyaan yang jawabannya aku coba fahami dalam perjalanan umurku, yang baru kusadari beberapa tahun terakhir ini.
 
Berawal dari suatu permainan petak umpet dengan teman-temanku di desa sumberan. Kala itu, aku menjadi orang yang dicari. Dengan gaun putri-putrian-ku mungkin, dengan rambut terkepang dua mungkin, dan tanpa alas kaki, aku bersembunyi di samping rumah pamanku. Siang itu, di antara dedauanan pohon mangga, langit Nampak begitu cerah. Birunya terang sekali, beberapa bentuk awan menghiasi birunya langit. Dalam persembunyianku, aku mendongakkan kepala ke atas, menikmati lukisan yang begitu hidup di langit. Aku suka dekorasi langit kala itu. Beberapa kumpulan awan bergeser berganti posisi. Mungkin saat itu juga tiba-tiba ada pertanyaan dalam hatiku. Meskipun tak cukup yakin dengan setting waktu dan tempatnya, tapi pertanyaan itu masih yakin kuingat.

“Siapa yang paling berkuasa di dunia ini, manusia-kah?”
“Tapi manusia pada akhirnya terus bergantian, apakah pergantian ini akan terus terjadi?”
“Mungkinkah suatu saat, manusia mati semuanya?”
“Lalu, siapa nanti yang akan berkuasa di dunia?”
“Dan, sebenarnya, ke mana manusia yang mati itu?”
“Atau, mereka nanti akan kembali lagi ke dunia?”
“Kalau iya, apakah kehidupan di dunia akan sama dengan yang sebelumnya?”
Tidak lama, pertanyaan itu segera membeku di otakku, tak lagi kupikirkan. Mungkin saat itu aku segera mengalahkan lagi temanku yang sedang menjadi seseorang yang mencari. Tak lagi kuingat, yang jelas, aku hampir selalu menang dalam setiap permainan. Bisa dibilang aku top dalam strategi mengalahkan musuh.
Laa ilaa ha illallaah.. Tiada tuhan selain Allah. Potongan episode lain masih membekas di otakku. Dari cerita Ibrahim di masjid sekolah, pelan-pelan kulangkahkan kakiku menuju rumah. Masih sore kala itu, dengan tas plastik di lengan kananku dan gaun putih selutut dengan kerudung pendek CTS, mengikuti arah jalannya langit yang seakan-akan mengikutiku, otakku sadar berfantasi, tentang kesamaan aku dan Ibrahim yang bertanya dan mencari, meskipun prosesnya sama sekali tak sama.
Jadi, Allah-lah tuhanku. Tanpa kusadari bahwa itu adalah jawaban dari pertanyaan yang pernah membeku itu. selanjutnya, aku menjalani hidup sesuai usiaku di jaman sekarang, jelas tak sama dengan Ibrahim yang begitu serius dan fokus dengan gejolak di hatinya tentang sang pencipta, karena aku segera melupakannya sesaat setelah hatiku membatin tentang hal yang menurutku cukup misterius kala itu, bersambut dengan masa kanak-kanak yang sangat kanak-kanak, dan perjalanan hidup itu terus berlanjut linier dengan usiaku. Linieritas ini, biar kujelaskan dalam episode yang lain dalam awan huruf musafir ini.
Adakah ini serupa dengan yang kalian alami saat kalian masih belum menanggung dosa, teman-teman?
Kalau iya, mungkinkah kita semua sama?
Inikah salah satu fitrah lain dari kehidupan manusia setelah lama ia berikrar tentang tuhannya di alam sebelum dunia?
Ah.. J