Jangan Salahkan Diri Terlalu Jauh Saat Nampak Sesuatu Tak Lagi Bersandingan


Bila Rajin belajar, kamu akan pintar
Bila Cantik, kamu akan segera dapat jodoh
Bila lulus kumlod, kamu akan sukses

Kenyataannya, kamu juga belum pintar. Belum juga sukses, belum juga bertemu jodoh saat yang lain sudah menikah bahkan sudah ada yang punya momongan.

Bila Cerdas, masalahmu akan segera selesai
Bila Rajin, penelitian akan segera selesai
Bila pintar, kamu akan segera lulus kuliah

Kenyataannya, kamu masih sibuk dengan masalah yang itu itu saja. Penelitian juga belum kelar. Apalagi lulus, masih saja berstatus mahasiswa.

Bila pintar, kamu dapat nilai IPK di atas 3.00
Bila hati-hati, kamu tidak akan kecelakaan
Bila sopan, kamu akan disukai banyak orang.

Kenyataannya, IPK-mu di bawah 2.75. kemaren masih memecahkan alat-alat kaca di laboratorium. Yang paling menyebalkan, masih aja kamu didholimi orang lain!

Kenapa? Tidak sesuai Teori Dunia?
Kamu sudah menabung tapi tetap tidak kaya?
Kamu sudah belajar, tapi tetap saja tidak pintar?

Lalu, kamu melakukan evaluasi diri. Mengoreksi keteledoran apa yang telah kamu lakukan. Kesalahan apa yang telah kamu lakukan. Mengoreksi sedemikian detail. Hingga kamu temukan lubang-lubang kecil yang menjatuhkanmu.

Kamu berkata “Berusaha lebih keras lagi! Semangat!”

Kemudian, kamu memperbaikinya. Lebih teliti, lebih rajin, lebih cantik. Tapi kenyataan pahit tetap juga tak beranjak darimu. Kali ini matamu berkaca-kaca. Tapi dengan rasa optimis yang masih tersisa, kamu hapus air matamu dan kembali melakukan eveluasi diri. Kembali mengoreksi kesalahan diri, kembali mencari lubang-lubang kecil itu. Kamu lakukan sekali lagi, lebih rajin, lebih dan lebih.

Kamu berkata “InsyaAllah, ini hanya masalah proses”

Waktu-pun telah banyak memakan proses yang kamu lakukan. Tapi, proses yang sama masih tak kunjung memberi cahaya. Detak-detak semangat di jantungmu mulai melambat. Kamu masih ingin meyakini prasangka positif. Tapi hatimu sudah menggila meneriakkan satu pertanyaan. “KENAPA?”

Akhirnya kamu berhenti sejenak, mendengarkan teriakan hatimu.
Kenapa belum selesai juga penelitianmu, bukankah kamu sudah rajin?
Kenapa belum lulus juga, bukankah kamu pintar?
Kenapa masih memecahkan alat-alat gelas di laboratorium, bukankah kamu sudah hati-hati?
Kenapa jodoh belum juga datang, bukankah kamu sudah memperbaiki akhlak?

Matamu tercengang, lalu mengiyakan kenyataan itu. Kamu menjadi sangat lelah, saking lelahnya kamu tak sanggup berpikir jernih. Lalu kamu membuat pertanyaan sendiri, membuat prasangka sendiri yang menyesakkan hatimu, menekan keras teriakan hatimu yang mungkin saja belum selesai. Kamu sudah tidak mendengarnya, kamu berbicara sendiri.

“Apakah aku belum rajin? Jangan-jangan aku melakukan kesalahan”
“Apakah aku bodoh? Aku belum lulus, jangan-jangan ini karma karena dulu aku mempertanyakan kelulusan senior yang lambat banget?”
“Apakah aku masih buruk? Aku belum juga bertemu jodoh, jangan-jangan aku memang masih nakal”
“Apakah aku jahat? Aku masih didholimi orang lain, jangan-jangan aku menyakiti hati orang lain tanpa sadar”
“Atau jangan-jangan aku masih bodoh, buruk, jahat…”

Pertanyaan-pertanyaan itu memenuhi otakmu. Memakan sistem syarafmu. Akhirnya kamu mendongakkan kepala. “Aku masih salah”

Akibatnya, kamu kesakitan tiap hari, menekan diri sendiri, merutuk diri tanpa memberi ruang untuknya bernafas. Hatimu kesakitan menahan banyaknya prasangka buruk yang kamu tujukan pada dirimu sendiri. Hatimu kesakitan, hingga dia tak punya waktu untuk melihat cahaya di balik wajahmu. Kamupun merasa gelap dan gelap.

Apa yang kamu peroleh? Hanya rasa sakit yang kemudian berujung ketidakterimaan. Penuntutan yang terpendam. Akibatnya? Kamu terus sakit, dunia terasa sempit menghimpit dadamu, semua orang terasa menjauh darimu, kamu seperti berjalan sendiri di gurun berkerikil tanpa alas kaki. Kemurungan menghiasi wajahmu, redup, tanpa cahaya. Kamu tidak ikhlas. Sakit hatimu…

Kamu telah lupa, bahwa ada kehendak Allah di dunia ini. bahwa dunia ini berjalan dengan skenarioNYA, berjalan sesuai kehendakNYA

Kamu telah lupa, bahwa segala sesuatunya tidaklah pernah bersandingan. Bukan karena kamu rajin belajar hingga kamu jadi pintar. Bukan karena kamu lulus kumlod hingga kamu jadi sukses berat.  Bukan karena kamu sholehah hingga kamu segera menemukan jodohmu.

Bukan, bukan itu..

Yang benar adalah kamu pintar, kamu sukses, kamu menikah, itu semua karena kehendakNYA. bukan karena kamu giat belajar, bukan karena kamu memperbaiki akhlakmu.

Kenyataannya,

Ada orang yang tidak belajar tapi bisa menjawab soal-soal ujian di kelas dengan mudah.
Banyak orang yang IPK-nya rendah tapi sukses jadi pengusaha kaya.
Ada perempuan sholehah yang baru menikah di usia di atas rata-rata.

Kenapa? itulah kehendak Allah.

Segala sesuatu di dunia ini tak pernah bersandingan. Yang rajin belajar, tidak pernah besandingan dengan kepintaran. Hanya saja Allah seringkali membuatnya terlihat bersandingan. Kenapa? Agar kamu berusaha semaksimal mungkin, agar kamu berharap.
Selebihnya? Itu urusan Allah. Itu kehendak Allah.

Jangan berpikir bahwa segala sesuatunya memang bersandingan hingga membuatmu Frustasi saat usaha kerasmu tak bersandingan dengan keberhasilan. Karena dari awal hal itu memang tidak pernah bersandingan.

Saat penyakit seperti ini menyerangmu, saat ribuan usahamu tak berbuah manis seperti yang kamu harapkan, jangan lantas menyudutkan dirimu sendiri, jangan pernah lupa bahwa itulah kehendak Allah.

Lalu, apa yang bisa kamu lakukan? Pasrah kepadaNYA. Kembalikan padaNYA. Menikmati proses yang masih kamu jalani, terus lakukan perubahan kecil, terus evaluasi diri, Tapi jangan pernah menyakiti diri, jangan berprasangka buruk terhadap diri. Sabar, Ikhlas.

Apa cukup sampai di situ? Tentu saja tidak sayang, Allah itu tidak buta, Allah tidak pernah mendholimimu, Allah hanya memberikan ujian sesuai porsimu. 

Kalau kamu belum juga lulus, pintar-pintarlah mengambil hikmah yang ada.
Kalau kamu belum menikah, nikmati saja masa-masa lajangmu dengan memperbanyak ilmu.
Kalau kamu mau jujur, kalau kamu mau melihat, selalu ada sifat rahimnya Allah dalam setiap proses yang kita jalani.

Tidak ada yang sia-sia, ini hanya soal kamu bisa sabar atau tidak, ini hanya soal kamu ikhlas atau tidak? Tidak ada yang sia-sia, Allah mencatat kesabaranmu. Allah mencatat keikhlasanmu.

Sudahlah, jangan sakiti hatimu dengan berprasangka buruk pada hatimu. Menyalahkan diri tanpa henti..

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu seperti orang-orang kafir (orang-orang munafik) itu, yang mengatakan kepada saudara-saudara mereka apabila mereka mengadakan perjalanan di muka bumi atau mereka berperang:"Kalau mereka tetap bersama-sama kita tentulah mereka tidak mati dan tidak dibunuh". Akibat (dari perkataan dan keyakinan mereka) yang demikian itu, Allah menimbulkan rasa penyesalan yang sangat di dalam di hati mereka.." (Ali Imraan : 156)

Kusertakan salah satu hadis nabi tentang ini, sebagai penghibur buat kamu yang sudah bekerja keras, yang sudah berusaha maksimal, yang air matamu sudah banyak tercucur dalam sujud kepadaNYA 

"Kalau engkau tertimpa musibah, janganlah engkau mengatakan: "Kalau tadi aku lakukan begini, tentu jadinya akan begini dan begini..". Tapi katakanlah: "Sudah takdir Allah, Allah melakukan apa saja yang Dia kehendaki. Karena kata "seandainya," itu membuka pintu amalan syetan (yakni akan membuka pintu kesedihan dan kekecewaan. Yang demikian itu hanya berbahaya dan tidak bermanfaat. Tapi ketahuilah, bahwa apa saja yang menimpamu tidak akan pernah meleset. Dan segala yang meleset tidak akan pernah menimpamu”

Kulampirkan juga perkataan dari salah satu guruku, bahwasannya tugas kita hanya berusaha, selebihnya itu urusan Allah.

Semoga bermanfaat.
No frustasi!

Leave a Reply