Harga yang sangat mahal


“Ai ingin sekolah bapak,,,”  begitu kata Ai kepada bapaknya via telpon. Kata – kata yang sebelumnya tak pernah muncul di pikirannya, kata – kata yang spontan terucap itu telah mengarahkannya pada suatu jalan yang dianggap cukup rumit. Saat itu Ai berada di kelas 3 SMA. Keinginan itu tidak ternah terkarang dalam life plan-nya. Keinginan tersebut murni spontan hari itu melalui kata – kata yang bahkan mungkin dia tidak mengerti maksudnya. Keinginan yang sangat berbenturan dengan keadaan ekonomi dan lingkungannya. Tapi dia tak mengenal itu, yang dia tahu saat itu adalah hatinya ingin sekolah dan dia ingin memenuhi keinginan hatinya dengan keyakinan penuh bahwa Allah-lah yang akan memberikan jalan untuknya.
Kata – kata itu mengantarkannya pada suatu sekolah tinggi swasta yang berbau Komputer tapi dia masuk ke jurusan bahasa inggris. Kalo boleh milih dia ingin langsung sekolah di universitas negeri. Tapi sayang seribu sayang semua tes yang dia ikuti memberikan hasil negatif. Kegagalannya untuk masuk ke universitas negeri memberikannya satu pertanyaan kekecewaan “kenapa aku tidak lolos tes universitas negeri?” pertanyaan yang mungkin akan menjadi memori pahit dalam hidupnya kala itu.
Perjalanan-pun mulai dilalui dengan bosan namun lancar. Bosan karena tiap hari hanya belajar bahasa inggris, lancar karena tak ada masalah dengan sekolahnya mengingat dia masuk ke jurusan bahasa inggris yang sudah biasa dia lafalkan sewaktu SMA. Perlengkapan yang dibutuhkanpun tidak banyak, hanya kamus kecil, buku tulis dan pulpen. Mulai menjadi masalah saat dia harus menyelesaikan tugas akhirnya. Dia tidak memiliki sarana untuk tugas itu yaitu laptop. Untung saja teman kamarnya dengan baik hati setia meminjamkannya laptop. Saat akan berangkat ke kampus, si punya laptop akan menyuruh membawakan laptop untuknya, menyuruhnya membereskan peralatan laptop saat dia akan pulang dari kampus. Lama – kelamaan Ai mulai merasa tersinggung, merasa dirinya menjadi pembantu si punya laptop. Kemudian Ai berkata pada dirinya “nanti kalo aku punya laptop tidak akan aku pinjamkan pada siapapun!”
Akhirnya dia lulus dan lolos tes masuk universitas negeri sesuai dengan jurusan yang sangat dinantikannya yaitu kimia. Di luar dugaan (maklum lulusan sekolah di desa), hampir semua dosen presentasi menggunakan bahasa inggris, buku referensi yang dianjurkan juga berbahasa inggris. Belum lagi jurnal – jurnal yang harus dibaca juga berbahasa inggris. Di luar dugaan, ternyata dia seringkali mendapatkan tugas presentasi menggunakan power point, membuat makalah yang diketik rapi, yang sebelumnya itu hanya dilakukan saat menjalani tugas akhir saja. Terlebih, dia harus banyak berhubungan dengan internet yang baru dia mengerti saat belajar di D1 bahasa inggris menggunakan laptop temannya.
Ai, coba dipikir kalo kau langsung masuk ke Univ negeri setelah SMA, seberapa besarkah kemampuan bahasa inggris SMA-mu dalam membantu belajar-mu di univ negeri? Seberapa bingungnya kamu saat disuruh membuat presentasi di power point? Seberapa malukah kamu pada teman – temanmu saat kau kebingungan menjalankan Mozilla firefox dan ketahuan bahwa kau baru mengerti fungsi internet selain kirim email? Terlebih, seberapa noraknya kamu melihat teman laki – laki di kampus barumu? Seberapa besar mentalmu dalam beradaptasi dengan kilaunya penampilan teman – teman barumu?
6 semester dilalui tanpa laptop, 6 semester dilalui dengan meminjam pada teman – temannya. 6 semester dilalui dengan menyimpan malu yang teramat besar setiap akan meminjam. Selalu kebingungan saat mengetahui bahwa laporan praktikum harus diketik. Selalu kebingungan saat laptop yang akan dipinjam dipake’ pada hari itu juga. Timbul pertanyaan di hati, kapankah saatnya aku punya laptop ya Allah? Curhat dengan menangis padaNYA “aku malu ya Allah kalo selalu meminjam, aku malu ya Allah saat temenku tidak percaya kalo aku belum punya laptop, aku malu ya Allah saat temenku si rosa bertanya berkali – kali kapan aku akan beli laptop, aku malu ya Allah saat temen kamarku berkata “emang samean sudah saatnya punya laptop buk”. Aku malu ya Allah..
Ternyata si laptop baru datang saat dia mulai memasuki semester 7. Ada apa ya Allah? Kenapa baru sekarang? Pertanyaan2 ini membawanya pada 4 tahun silam saat dia merasa menjadi pembantu si punya laptop. Subhanallah, jadi Allah ingin mengajarkan dia tentang suatu hal akan kata – kata yang pernah diucapkannya “nanti kalo aku punya laptop tidak akan aku pinjamkan pada siapapun!”. Allah mengajarkan dia betapa mulianya orang yang membantu saudaranya dengan cara memberi pinjaman. Jadilah dia diposisikan sebagai peminjam selama bertahun – tahun untuk bisa merasakan perasaan seorang peminjam, untuk bisa mengetahui betapa butuhnya seorang peminjam akan barang yang ingin dipinjam, untuk bisa mengerti betapa sebenarnya orang tidaklah ingin meminjam, untuk bisa merasakan betapa malunya seorang peminjam terutama saat dia bertanya “laptopnya dipake’?” dan mendapat jawaban “owh, iya dipake’ mbak, maaf ya?” kemudian dia hanya bisa berkata “owh iya wez mbak”
Ternyata begitu seriusnya Allah memperhatikan dia. Untuk kata – kata tersebut Allah berikan dia satu pelajaran selama 6 semester yang menurut dia sangat lama. Indahnya, proses pembelajaran itu tidak Allah biarkan begitu saja, dia diajari namun juga dibekali sangu agar bisa berhasil mengerti isi pelajaran tersebut yaitu rasa sabar (sabar tidak punya laptop). Ah begitu bijaknya Allah. Betapa sayangnya Allah padanya. Dan sekarang Ai berkata “laptopku boleh dipinjam siapapun selama tidak aku pake’ untuk mengerjakan tugas” bahkan Ai tidak berminat untuk memberi password pada laptopnya agar teman – temannya bisa masuk dengan mudah.

nah, ntu cerita Ai trus gimana cerita yu?
"hidup indah, bila tahu maknanya"

Leave a Reply